Menikmati Sensasi Kerokan (Mencoba)


“Kerokan….?!!” nada tanya yang bernuansa kaget, heran, dan ketakutan. Reaksi yang mungkin berlebihan. Bagaimana tidak “njumbul”, jika mendengar kerokan yang terbayang adalah : warna merah di punggung dan wajah meringis menahan sakit. Lantas dimana nikmatnya kerokan? Iiihhh…..kayaknya ndak bakalan nyoba deh. Amit…amit…jabang bayi….sambil bergidik membayangkan warna merah di punggungku.
“Pertama sih sakit…..siapa bilang ndak sakit. Tapi besoknya……..boleh lihat hasilnya….” kata temanku sambil menunjukkan jempolnya. “Malam hari langsung tidur lelap. Besoknya langsung bugar,” lanjutnya.
Itulah saran dari seorang teman, setelah melihatku berteman erat dengan batuk selama dua bulan, ditambah dengan perkenalan dengan panas selama 3 hari.

Penasaran dengan kata kerokan, maka kucari istilah kerokan. Daripada susah..susah.. mending langsung nanya ke mbah Googli….saja. En hasilnya adalah ……
·      perihal atau perbuatan mengerok (menggaruk-garuk bagian tubuh (spt punggung, leher) yg masuk angin dng mata uang logam dsb agar cepat sembuh
    http://www.educ4share.com/index.php?p=show_detail&id=44742
·      hal atau perbuatan mengerok (menggaruk-garuk bagian tubuh, punggung, leher) orang yg masuk angin dng uang logam dsb agar cepat sembuh

Tidak puas dengan definisi kerokan, maka kupuaskan rasa ingin tahu dengan mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan kerokan. Salah satunya adalah : 

BUDAYA KERIKAN/ KEROKAN SEBAGAI OBAT MASUK ANGIN Cara ini sering digunakan oleh masyarakat kususnya di daerah pedesaan  sejak jaman nenek moyang. Makanya sampai sekarang kerikan atau kerokan masih diyakini masyarakat yang biasa menggunakan pengobatan alternatif untuk mengatasi penyakit masuk angin, walupun pengobatan medis sudah digunakan kalau belum dikerik rasanya penyakit belum hilang. Filosofi orang jawa kerikan atau kerokaan akan dapat mengeluarkan angin yang ada dalam tubuh melalui lubang atas ( menguap) dan lubah bawah ( kentut) setelah itu keringetan.. Metode kerokan niasnya dilakukan oleh pengguna dengan menggunakan alat koin yang dikerikkan ke tubuh dengan minyak angina taupun minyak tanah. Pengerikan dilakukan berulang-ulang ketubuh sehingga bagi orang yang sakit masuk angin akan kelihatan lebih jelas merah kehitaman dari pada orang yang sehat. Budaya ini sudah dilakukan berabad-abad oleh nenek moyang. Maka bukan suatu hal yang aneh masyarakat di pedesaan sampai sekarang masih banyak yang menggunaka budaya tersebut. Meskipun secara medis bertolak belakang.
…….
Menurut medis
Pada proses kerokan, terjadi suatu reaksi inflamasi atau radang. Akibatnya terjadi pelebaran pembuluh darah dan pengeluaran mediator inflamasi. Aliran darah menjadi lancar jika dikerok atau dipijat sehingga lebih banyak oksigen dan nutrisi yang tersedia untuk jaringan otot. Zat-zat yang menyebabkan rasa pegal dapat segera dibawa aliran darah untuk dibuang atau dinetralkan. Selain itu, juga terjadi rangsangan pada keratinosit dan endotel (lapisan paling dalam pembuluh darah) yang akan bereaksi dengan munculnya propiomelanokortin (POMC). Zat ini merupakan polipeptida yang kemudian akan dipecah dengan hasil akhir salah satunya adalah beta endorfin. Pasca kerokan didapatkan peningkatan IL-1 beta, Clq, dan beta endorfin, sementara kadar C3 dan PGE2 justru turun. Penyebab rasa nyeri adalah PGE22 diturunkan maka nyeri akan berkurang. Hasil ini menyebabkan berkurangnya nyeri otot, badan terasa segar dan nyaman. Inflamasi yang ditimbulkan selain meredakan nyeri otot juga akan memicu reaksi kardiovaskuler. Tandanya adalah peningkatan temperatur tubuh secara ringan, antara 0,5-1oC. Makanya setelah dikerok, badan kita terasa lebih hangat.

Kerokan menyebabkan rasa nyeri dan iritasi kulit
Fakta: Kerokan yang dilakukan dengan benar tidak akan menyebabkan rasa sakit. Para ahli akupunktur berpendapat bahwa saat terjadi pemijatan, sebaiknya alat kerok melewati titik akupunktur agar urat saraf motorik terangsang, sehingga pada akhirnya memperlancar sirkulasi darah.
Cara kerokan yang dianjurkan adalah tegak lurus sejajar dengan tulang belakang menyamping, lalu sejajar dengan bahu. Alat kerokan biasanya menggunakan uang logam, koin, atau alat bantu khusus kerokan. Alat-alat tersebut wajib tumpul supaya tidak melukai kulit. Lalu dibantu dengan minyak yang fungsinya selain menghangatkan juga untuk melicinkan proses kerokan, sehingga menghindari terjadinya kulit lecet. Cara mengerok juga tidak boleh terlalu keras karena akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan bisa melukai kulit.

Semua orang boleh melakukan kerokan
Fakta: Ndak semua orang boleh kerokan. Yang ndak boleh antara lain orang dengan kondisi kulit tidak sehat (misalnya eksim, kulit terbakar, jerawat, infeksi bakteri atau jamur). Kerokan pada daerah tersebut justru akan memperparah infeksi atau peradangan. Penderita diabetes mellitus juga sebaiknya menghindari kerokan. Alasannya, bila terjadi luka atau lecet, luka tersebut bisa menjadi sulit disembuhkan. Pasien yang mengkonsumsi antikoagulan atau memiliki gangguan pembekuan darah sebaiknya juga tidak melakukan kerokan. Pengerokan yang terlalu dalam dapat mengakibatkan perdarahan di bawah kulit. Kerokan juga sebaiknya tidak dilakukan pada anak kecil karena kulitnya masih tipis dan lunak, dan pembuluh darahnya lebih kecil.  

Sehabis kerokan, dianjurkan untuk mandi
Fakta: Hal ini tidak dianjurkan. Sehabis kerokan sebaiknya tidak mandi karena pori-pori kulit dalam kondisi terbuka. Lebih baik seka dengan lap basah yang dicelupkan pada air hangat lalu diperas. Badan akan terasa lebih nyaman jika Anda minum sesuatu yang hangat, makan sup hangat, dan memakai baju hangat/selimut. Kerokan boleh-boleh saja dilakukan bila Anda merasa tidak enak badan, namun jangan terlena, jika gejala tak juga mereda sebaiknya konsultasikan dengan dokter. Dengan kerikan orang percaya sakit bisa sembuh, keyakinan sudah menanamkan kesembuhan 50 % dan tindakan kerikan proses penyembuhan. Begitu pula medis. Semua tergantung keyakinan masing-masing fakta membuktikan kerikan masih banyak dilakukan oleh masyarakat khususnya di daerah pedesaan.

Setelah membaca artikel tersebut, apakah ada perubahan dalam kognitif ku? Tidak semulus itu untuk mau mencoba kerokan. Masih ada pergulatan dalam pikiran.

Menurut Kurt Lewin, masih ada motive conflict di dalam pikiran. Satu sisi, ada pencerahan tentang gambaran kerokan. Ternyata medis mendukung pengobatan ala kerokan, meskipun ada beberapa hal yang harus di perhatikan. Di sisi lain, masih ada ketakutan melihat rona merah di punggung, yang berarti ada rasa sakit yang tercipta. Di sudut pertama, sakit (batuk dan panas) sudah mulai mendera, mulai tidak tertahankan, dan ingin segera lepas dari belenggunya. Di sudut kedua, proses ngerok punggung tidak bisa lepas dari pikiran.

Menurut Festinger, adalah disonansi. Ada perubahan dalam kognitif, tapi tidak diiringi dengan perubahan rasa dan perilaku. Hanya insight cognitive saja.
Fiuh…..pergulatan batin dan pikiran yang sangat membutuhkan energi psikis.
Kuputuskan untuk….sementara biarkan mengalir dulu. Keputusannya menunggu pencerahan saja.

Dua hari kemudian…….
Aku sudah terbujur di salah satu kamar, salon langgananku. Menunggu detik-detik pengerokan. Perutku sudah mual, tubuh yang semula hanya sumlenget, sekarang benar-benar panas. Seperti menunggu algojo yang akan mentuntaskan segala macam penyakit yang senang jadi penghuni tubuhku.
Si mbak Trie, nama mbak salon yang sekarang jadi algojo, datang sambil membawa semangkok kecil minyak.
“Sudah siap, mbak?” dia bertanya.
“Kalo di tanya siap atau ndak, pasti kujawab ndak. Wong aku takut dikerok.” jawabku
“Tenang saja mbak. Awalnya memang sakit,” katanya. Saat itu juga, perut mual semakin mual, mules, pengen ke kamar mandi, pengen buang air kecil. “Ndak usah mikir sakit, mbak. Pikir kan, nanti malam, mbak Yanti bisa tidur pules. Besok pagi langsung sehat,” lanjutnya.
“Ok….. Tapi kalo aku nanti bilang hop (artinya stop), nanti ndak usah diteruskan ya….,” katanya
“Inggih, mbak,” jawabnya.

Dan, mulailah detik-detik pengerokan itu.
Dimulai dari sisi kanan.  Bagian pertama yang harus dikerok adalah bawah bahu. Sret….sret…. ternyata tidak begitu sakit. Sampai gosokan ke sepuluh, bahuku tidak terlalu sakit.
“Kerokanmu enak, Trie….,” kataku.
“Iya, mbak. Katanya mbak Mawar (si pemilik salon) juga gitu. Biasanya mbak Mawar minta dikerok kalo pas ndak enak awak,” katanya.

Sampai di punggung tengah, masih belum terasa sakit. Tapi menginjak punggung bawah, walah….walah….sakitnya mulai terasa. Aku mulai nyengir-nyengir, saat si Trie mulai mengerok pada hitungan ke lima.
“Wis…wis…Trie, ndak usah diterusne…loro,” kataku
“Walah mbak, kok kerokan nanggung. Kurang sakithik meneh,” katanya
“Lah….lha wong loro, piye to…,” kataku
“Yo diempet, mbak. Daerah kene pancen loro,” katanya
Fiuhhh……wah….piye iki…?? What shall I do…?? Halah…halah…..
Mulai garuk-garuk kepala, yang sebenarnya ndak gatel. Ganti status fb, ganti status bbm, sampe bbm-an sama temen.

“Wis to, mbak. Ojo nyekel hp terus. Ora enek wong kerokan karo nyekel hp,” kata si Trie
“Mbak Yanti iki, aneh-aneh wae,” lanjutnya.
“Lha loro lho Trie,” ujarku membela diri
“Yo di ematne. Loro yo loro, tapi mosok wong kerokan karo hp-an,” kata Trie
“Yo wis…..,” kataku sambil meletakkan hp.
Duh….ngapain ya, untuk mengaiihkan rasa sakit ini.
Terpaksa melakukan gerakan mengerok juga.
Awalnya gerakan ini cukup berhasil, terutama saat kerokan di bagian punggung bawah. Tapi…..gerakan ini benar-benar tidak berhasil saat kerokan sudah menyentuh pinggang.
Aduuuuhhhh…….ssssaaakkkiiitttt…….
“Wis… Trie. Wis….ora usah diterusne…,” kataku sambil menahan sakit
“Daerah kene pancen sing paling loro, mbak. Sing biasa kerokan wae, jik ngrasakne loro. Opo maneh mbak Yanti sing nembe kerokan,” katanya.
Jiaaaahhhh……piye iki…piye iki…..
Dan algojo Trie, tetep melakukan tugasnya. Hiks…hiks…tau gini aku ndak jadi kerokan, sambil membayangkan bagian kiri yang belum tersentuh, dan membayangkan pinggang kiri yang juga belum tersentuh.
Hooaaa…..hooaaa……

Keesokan harinya…….(hari ini, 15 Januari 2012)
Aku bangun jam setengah delapan pagi. Setelah semalaman meringkuk di bawah bedcover tebal, dengan segala macam perlengkapan tidur. Mulai dari celana panjang, kaos lengan panjang, jacket dengan kapucongnya, kaos kaki panjang (peninggalan dari Aussie) dan dua botol air panas yang setiap dua jam harus diganti airnya.
Nah…….dahsyatnya……

Sekarang, saat aku menulis ini pun, keadaanku hampir masih tetap sama dengan semalam, belum banyak perbedaan. Aku masih berjacket dan berkaos kaki, meskipun mandi pagi sudah tertolong dengan air panas.
Dan sekarang aku masih berpikir untuk menikmati sensasi kerokan. Kok penyakitku ndak ilang…?? 

No comments:

Post a Comment