Self Reflection




Seorang teman berkata :
"Jangan melihat dari seberapa banyak air dalam gelas
  tapi lihat bagaimana caranya menuangkan air dalam 
   gelas."

Terlalu sering mengeluh
bagaimana cara mengisi
tanpa pernah menyadari
gelas telah penuh
 tak jarang air telah tumpah
meluber tanpa arah

Untuk semua nasehat, kuucapkan :
"Terima kasih"

Gelas memang belum terisi
hanya waktu yang mau berbagi
untuk melakukan refleksi diri



Seorang teman berkata
"Being humble, it doesn't mean you weak"

Lemah, adalah satu kata yang menunjukkan ketidakberdayaan seseorang pada kenyataan atau keadaan. Pada dasarnya, setiap makhluk memiliki kelemahan, karena kita terlahir sebagai makhluk yang lemah. 
Lemah, bukan sesuatu harga mati yang tidak bisa diubah. Allah SWT membekali manusia dengan suatu senjata yang sangat ampuh, yaitu akal. Lemah bisa diubah menjadi tidak lemah.
Sayangnya, masyarakat mengajarkan "learn helplessness", sehingga potensi yang ada menjadi melemah. Seperti lingkaran setan menurut Adler.
(Rabu, 4 Februari 2009, 03.49)



Seorang teman bertanya :
"Where is your first step?"

Pertanyaan yang cukup menggelitik dan sarat dengan makna. Berbagai pertanyaan bertebaran dalam hati "mana langkah awalku?". Sejak pulang dari perjalanan yang penuh makna, memang belum ada langkah nyata. Menurut Watson belum "observable". What shall i do? A ha. "Learning is incremental not huge jump" kata Thorndike. Mengapa tidak memulai dari sesuatu yang kecil, tetapi bertahap. My first step adalah recognize betapa asyiknya membaca. Di hari pertama bernostalgia "dengan membaca" adalah menyelesaikan Twilight karangan Stephenie Meyer. Finally i found. Suatu langkah awal yang cukup menantang untuk diteruskan. Hmm.....(Kamis, 5 Pebruari 2009, 17.18)



Seorang adikku berkata :
"Kakakku adalah orang yang sulit untuk percaya pada orang lain"

Statement yang sedikit mengejutkan. Awalnya, ada keinginan untuk melakukan rasionalisasi bahwa statement itu tidak sepenuhnya tepat. Akhirnya, setelah mengalami pergolakan batin yang cukup seru, maka keputusan yang patut diambil adalah "tidak perlu ada rasionalisasi" biarkan waktu yang akan menjawab semua. Ada baiknya mengikhlaskan semua berjalan tanpa campur tangan. Layaknya berjalan di atas pasir, ada kalanya bisa berdiri dengan teguh dan ada kalanya harus bersusah payah untuk berdiri. 
Jika statement tersebut membuat kaki sedikit bekerja keras, maka ada baiknya memperteguh kaki untuk berdiri. Terima kasih ya, dik. 
(Minggu, 8 Pebruari 2009, 14.23)



Pelajaran yang sangat berharga, untuk diingat selama akhir hayat adalah "mengucap dan membalas salam". Sebagai seorang yang "mengaku" Islam mempunyai kewajiban untuk mengucap dan membalas salam. Terima kasih ya, dik.
(Senin, 9 Pebruari 2009, 22.35)



Rene Descartes bilang : "Cogito ergo sum". Artinya : "Saya berpikir maka saya ada".
Mengapa istilah ini lenyap begitu saja? Sudah lama istilah ini hilang dalam benak, seolah-olah lenyap di telan bumi. Di penghujung hari ini, istilah muncul dengan tiba-tiba. Memang sudah waktunya di setiap tarikan nafas, kelebatan onak dan pijakan kaki harus diperhitungkan. 
(Selasa, 00.04)



Renungan ini bermula dari cerita tentang dua kelereng yang tinggal dalam sebuah gelas. Semua orang memandang dan berucap betapa indahdan sempurnanya dua kelereng itu. Mereka hidup dalam warna warni dunia, bentuk mereka indah. Semua orang hanya melihat keindahan dan kesempurnaan di dalam hidup mereka. Apakah seperti itu? Mungkin tidak! Setiap kelereng memiliki bentuk, warna dan gerak yang berbeda. Mereka memiliki sifat yang berbeda, tetapi mereka dihadapkan pada satu kenyataan bahwa mereka harus tinggal bersama dalam satu gelas. 
Ada banyak pertanyaan yang semburat dari angan. Akankah dua kelereng akan tinggal bersama selamanya? Kekuatan apa yang menyebabkan mereka tetap tinggal di dalam gelas? Adakah kemungkinan untuk keluar dari gelas, walau hanya sejenak? Atau mungkin akan keluar dari gelas untuk selamanya?
Pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Tidak dalam hitungan hari, minggu, bulan atau tahun, atau dalam hitungan berapa lama. Jawabannya adalah seberapa siap untuk keluar dari gelas? Siap dengan segala konsekuensinya karena harus meninggalkan kenangan yang telah terbangun dan siap untuk menghadapi keadaan yang tidak akan pernah diprediksikan.
(UNY, Sabtu 14 Pebruari 2009, 11.00)



Sudah lama tidak melakukan refleksi diri, seolah-oleh hidup seperti robot. Mekanis sekali. Berangkat pagi, mengajar, belajar, pulang sore hari. Seolah-oleh tidak ada variasi hidup. Eit..... tidak semonoton itu. Ternyata, dunia yang dulu terasa sangat menyesakkan dada, sekarang menjadi dunia yang sangat atraktif. 
Aku merindukan duniaku, dunia dengan mahasiswa. 
Aku rindu mendengar celoteh, gerutuan, makian, bahkan teriakan mereka, yang kadang-kadang menyebalkan dan sedikit tidak sopan. 
Aku rindu melihat polah mereka; merasa bersalah jika terlambat masuk kelas (atau mungkin tidak pernah merasa bersalah???), ngobrol waktu kuliah, duduk "mojok" (pacaran kali??), bergerombol (sedang ngegosip???).
Inilah duniaku, dunia dengan mahasiswa. Hmmmm....... memang mengasyikkan. Seasyik posisiku sekarang yang mengamati mereka.
(hoomy, Kamis 19 Pebruari 2009, 19.22)



aku mentari tapi tak menghangatkanmu
aku pelangi tak memberi warna hidupmu
aku sang bulan tak menerangi malammu
akulah bintang yang hilang ditelan kegelapan
selalu itu yang kauucapkan padaku

sebagai kekasih yang tak dianggap
aku hanya bisa mencoba mengalah
menahan setiap amarah
sebagai kekasih yang tak dianggap
aku hanya bisa mencoba bertahan
ku yakin kau kan berubah


Itulah bait-bait lagu dari Pingkan Mambo, yang berjudul "kekasih yang tak dianggap". Aku sendiri tidak tahu mengapa terobsesi dengan lagu ini. Saking terobsesinya, aku menggunakan laku ini sebagai ring tone. He..... he..... kayak anak SMA aja. Jika temanku (pak Kiss, tx) menyukai bait pertama, aku justru lebih menyukai bait kedua, meskipun secara keseluruhan aku menyukai lagi ini.
Bait pertama menggambarkan keberadaan yang diragukan keberadaannya. Hm........satire. Ada kalanya, rasa itu juga muncul dalam diri. Memang sangat menyakitkan................ Seolah-olah kita adalah misteri yang harus dikubur dalam alam bawah sadar. Hanya akan dimunculkan jika situasi memungkinkan. 
Bait kedua menggambarkan ketegaran, dengan caranya sendiri. Tidak melalui kekuatan fisik menerjang semua rintangan; tidak pula melalui persuasi, meyakinkan kepada semua orang. Tegar dengan cara menunggu dan menanti.



Layaknya pantai, aku mencoba bersabar dengan berbagai hal yang berpendar. Aku membiarkan ombak berlarian di sepanjang pantai, aku membiarkan ombak menghantam karangku, dan aku membiarkan ombak mengacuhkanku. 
Layaknya pantai, aku mempunyai keyakinan bahwa ombak akan selalu datang ke pantai. Itulah yang membuatku semakin tegar. Keyakinanku adalah motivasiku. Motivasiku adalah energiku untuk menjalani hidup. Energiku adalah cintaku pada duniaku, yaitu : literacy.
(hoomy, Kamis 19 Pebruari 2009, 21.15)


No comments:

Post a Comment