Di Ujung Horizon. Sebentar lagi seroja menghilang, berganti selimut bintang. Dalam hitungan jam, maka kalender pun berganti angka.
Pergantian Tahun 2009.
Pergantian Tahun 2010.
Seperti tahun sebelumnya, tidak ada rencana untuk pergi berdua merayakan tahun baru. Tidak ada acara merayakan pesta tahun baru dengan teman atau keluarga. Malam tahun baru, sama seperti malam-malam hari biasa. Tidak ada yang istimewa atau harus "diistimewakan".
Suasana di dalam rumah sangat kontras dengan suasana di luar rumah. Terdengar suara anak-anak kecil berteriak-teriak. Aku yakin mereka tidak terlalu paham dengan malam perayaan tahun baru. Mereka hanya tahu bahwa hari ini, mereka diperbolehkan tidur malam bahkan pagi karena besok libur. Mereka tahu bahwa hari ini suasana ramai, sehingga mereka juga ingin melihat keramaian itu. Mereka meniup terompet karena mereka melihat orang-orang yang lebih tua meniup terompet, dan banyak orang berjualan terompet. Mereka menyalakan kembang api, karena mereka belajar bahwa pesta kembang api adalah salah satu acara yang harus ada di perayaan kembang api.
Sebaliknya, apakah mereka tahu tentang tahun baru itu sendiri. Aku yakin bahwa mereka hanya belajar bahwa mulai besok mereka harus menulis 2010 bukan 2009 di halaman buku mereka saat mencatat pelajaran. Aku yakin bahwa mereka akan menunggu pesta kembang api dan meniup terompet untuk tahun depan. Ironis sekali........
Tiupan terompet sudah terdengar. Tiap terompet menimbulkan suara yang berbeda. Ada yang tinggi melengking, ada yang besar menggelegar. Layaknya suara sopran dan suara bas. Suara terompet saling bersahutan, diselingi suara kembang api. Hanya itu? Ternyata tidak, masih ada suara yang lain. Terdengar musik dangdut menari-nari di detik-detik waktu. Dan....... suara gluduk. Hm........ pertanda bagus atau tidak? Tergantung siapa mengingingkan apa.
Jika kamu bertanya "kamu milih yang mana?" Tentu saja aku memilih hujan. Lebih baik di penghujung tahun ini hujan mengguyur Surabaya. Mengapa ?
Supaya mereka tidak keluar rumah, supaya mereka tetap di dalam rumah dan bercengkrama dengan anggota keluarga lainnya.
Supaya mereka tidak keluar rumah, sehingga tidak melakukan tindakan yang kurang terpuji. Misalnya : kebut-kebutan di jalan, anarki menggunakan jalan, melakukan tindakan tidak terpuji dengan dalih karena memperingati malam tahun baru, dan lain sebagainya.
Supaya mereka tidak keluar rumah, dan ingat akan tanda-tanda yang telah diturunkan oleh Allah. Tidak kah mereka menyadari bahwa Indonesia baru saja kehilangan Guru Bangsa, sehingga tabu jika merayakan suatu kemeriahan di tengah kedukaan.
Supaya mereka tidak keluar rumah, sehingga tidak menghabiskan dan menghambur-hamburkan bensin atau solar. Tidak kah mereka menyadari berapa ratus liter bensin dan solar yang terbuang percuma hanya karena memperingati malam tahun baru. Betapa tidak bijaknya manusia.
Supaya mereka tidak keluar rumah, dan tidak berbelanja barang yang "kurang bermanfaat". Tidakkah mereka menyadari berapa banyak orang Indonesia yang ingin membeli barang untuk memenuhi kebutuhan primer, tetapi kebutuhan itu harus ditunda karena tidak punya dana.
(Jari-jemariku berhenti sebentar, karena telingaku terganggu suara sepeda motor yang knalpotnya sudah dilepas. Betapa berisiknya suara itu.)
Hm...... suara gluduk semakin sering terdengar, tetapi suara musik dangdut semakin kencang terdengar. Seakan-akan aku hidup di tengah-tengah penjual kaset yang sedang menjajakan dagangannya. Jor-jor-an suara. He...he....
Saat ini ingatanku melayang kepada salah satu teman. Ada perasaan ingin bertemu dengannya. Ingin bercakap-cakap tentang hakekat hidup. Dia adalah teman yang kuanggap bijak. Usianya lebih muda dariku, tapi dia cerdas. Bisa mengarahkanku dengan menggunakan logika.
Pergantian Tahun 2009.
Pergantian Tahun 2010.
Seperti tahun sebelumnya, tidak ada rencana untuk pergi berdua merayakan tahun baru. Tidak ada acara merayakan pesta tahun baru dengan teman atau keluarga. Malam tahun baru, sama seperti malam-malam hari biasa. Tidak ada yang istimewa atau harus "diistimewakan".
Suasana di dalam rumah sangat kontras dengan suasana di luar rumah. Terdengar suara anak-anak kecil berteriak-teriak. Aku yakin mereka tidak terlalu paham dengan malam perayaan tahun baru. Mereka hanya tahu bahwa hari ini, mereka diperbolehkan tidur malam bahkan pagi karena besok libur. Mereka tahu bahwa hari ini suasana ramai, sehingga mereka juga ingin melihat keramaian itu. Mereka meniup terompet karena mereka melihat orang-orang yang lebih tua meniup terompet, dan banyak orang berjualan terompet. Mereka menyalakan kembang api, karena mereka belajar bahwa pesta kembang api adalah salah satu acara yang harus ada di perayaan kembang api.
Sebaliknya, apakah mereka tahu tentang tahun baru itu sendiri. Aku yakin bahwa mereka hanya belajar bahwa mulai besok mereka harus menulis 2010 bukan 2009 di halaman buku mereka saat mencatat pelajaran. Aku yakin bahwa mereka akan menunggu pesta kembang api dan meniup terompet untuk tahun depan. Ironis sekali........
Tiupan terompet sudah terdengar. Tiap terompet menimbulkan suara yang berbeda. Ada yang tinggi melengking, ada yang besar menggelegar. Layaknya suara sopran dan suara bas. Suara terompet saling bersahutan, diselingi suara kembang api. Hanya itu? Ternyata tidak, masih ada suara yang lain. Terdengar musik dangdut menari-nari di detik-detik waktu. Dan....... suara gluduk. Hm........ pertanda bagus atau tidak? Tergantung siapa mengingingkan apa.
Jika kamu bertanya "kamu milih yang mana?" Tentu saja aku memilih hujan. Lebih baik di penghujung tahun ini hujan mengguyur Surabaya. Mengapa ?
Supaya mereka tidak keluar rumah, supaya mereka tetap di dalam rumah dan bercengkrama dengan anggota keluarga lainnya.
Supaya mereka tidak keluar rumah, sehingga tidak melakukan tindakan yang kurang terpuji. Misalnya : kebut-kebutan di jalan, anarki menggunakan jalan, melakukan tindakan tidak terpuji dengan dalih karena memperingati malam tahun baru, dan lain sebagainya.
Supaya mereka tidak keluar rumah, dan ingat akan tanda-tanda yang telah diturunkan oleh Allah. Tidak kah mereka menyadari bahwa Indonesia baru saja kehilangan Guru Bangsa, sehingga tabu jika merayakan suatu kemeriahan di tengah kedukaan.
Supaya mereka tidak keluar rumah, sehingga tidak menghabiskan dan menghambur-hamburkan bensin atau solar. Tidak kah mereka menyadari berapa ratus liter bensin dan solar yang terbuang percuma hanya karena memperingati malam tahun baru. Betapa tidak bijaknya manusia.
Supaya mereka tidak keluar rumah, dan tidak berbelanja barang yang "kurang bermanfaat". Tidakkah mereka menyadari berapa banyak orang Indonesia yang ingin membeli barang untuk memenuhi kebutuhan primer, tetapi kebutuhan itu harus ditunda karena tidak punya dana.
(Jari-jemariku berhenti sebentar, karena telingaku terganggu suara sepeda motor yang knalpotnya sudah dilepas. Betapa berisiknya suara itu.)
Hm...... suara gluduk semakin sering terdengar, tetapi suara musik dangdut semakin kencang terdengar. Seakan-akan aku hidup di tengah-tengah penjual kaset yang sedang menjajakan dagangannya. Jor-jor-an suara. He...he....
Saat ini ingatanku melayang kepada salah satu teman. Ada perasaan ingin bertemu dengannya. Ingin bercakap-cakap tentang hakekat hidup. Dia adalah teman yang kuanggap bijak. Usianya lebih muda dariku, tapi dia cerdas. Bisa mengarahkanku dengan menggunakan logika.
No comments:
Post a Comment