Finally... Part 1

Sabtu, 09.25.16
“Hei. Hari ini kamu kerja? Kalo ya, sampai jam berapa? Bisa ketemuan, ndak?” Itulah pesan pertama yang kukirim ke dia. Sejak percakapan terakhir lewat fb, seminggu yang lalu, inilah pesan pertama yang kukirim lewat sms. “Boleh. Aq kerja sampe jam 2. Klo sbt, aq biasanya shop visit. Klo ketemu di TP gmn?” itulah jawabanmu, 5 menit setelah sms pertamaku. “Ok. Kalo gitu ketemu jam berapa?” tanyaku lagi. “Kayaknya aku mo nonton dulu di PTC. Mungkin sekitar jam 4, kita ketemu di TP,” katamu. “Ok. Sampai ketemu nanti, ya.” Kataku.

Masih lama, apa yang mau ku lakukan? Seterika, sudah. Bersih-bersih rumah, sudah. Cuci baju, sudah. Rumah sepi, semua pada pergi, punya urusan sendiri, aku ditinggal sendiri. Celakanya lagi, my Katrina diajak pergi. Hiks…hiks… nelangsa sekali. Mending buka laptop aja deh, dan waktunya… onliiiiiineeee…. Sudah tigaperempat hari tidak online, maksudnya mulai malem sampai siang hari tidak online. Jangan sampai lupa update status, atau paling tidak ketinggalan informasi. He…he…kekanak-kanakan banget.

Setengah jam ‘menthelengi’ my McPhee, tiba-tiba muncul friend lewat YM. “Hi. How are you?” itulah sapaan khasnya. “Hi. Fine. U?” ini juga sapaan khasku ke dia. “Miss u very much. Always wait for u,” deretan kata-kata pembuka yang manis tapi bikin orang kepleset. Mungkin buat orang-orang yang tidak pernah kepleset, kata-kata seperti ini membuat dia langsung melambung. Tapi bagi orang yang sering kepleset, wah…. kata-kata yang sangat familiar en datar sekali. He…he….
Selanjutnya?? Bisa ditebak. Aku harus menghadapi grafik orang lain. Hmm…. Grafik yang ‘sebenarnya’ tidak terlalu kusukai, yaitu grafik rumah tangga. Sudah 2 bulan, aku harus membenahi grafiknya. Aku harus membuat setiap poligon-poligon yang ada di dalamnya dapat bersatu dalam satu legenda. Huff…huff… mengapa harus berhadapan dengan situasi seperti ini. Sejak peristiwa tsunami, aku tidak mau berhadapan dengan seseorang yang sudah memiliki pasangan. Terlalu besar resiko yang harus kutanggung atas kedekatan-kedekatan emosi seperti itu.
Tapi… inilah profesiku. What should I do? Entahlah, pertanyaan ini sampai sekarang masih belum terjawab.

Tiba-tiba, “Hei Dim, aku dah nyampe TP. Kamu di mana?” demikianlah isi smsku saat kuterima. Blaiggghhhh…… dah jam berapa nih. Alamak ternyata sudah jam 14.57. “Aku gi OTW,” halah-halah kok bohong sih. “Buru-buru kusudahi pembicaraan dengan friend di seberang. “Sorry, Vaib. I must go now, my friend was waiting for me,” kata-kata penutup pembicaraanku dengan teman di seberang. “You’ll leave me alone. Please, don’t go,” dia mulai merajuk. Nah bener kan, selalu seperti ini, seperti anak yang tidak mau ditinggal oleh ‘mboke’. “Honey. Please. I had promise with my friend, my best friend. I haven’t seen since 20year ago. I want to see my friend,” bahasa yang kuacau banget. What everlah, yang penting aku harus secepat mungkin menyudahi pembicaraan ini dan bertemu dengan dia.
Tiba-tiba sms berkedip, “Dim, kamu mau apa? Ice cream or froyo?” “Apa ajalah. Up to you”. Duh…duh…dia masih ingat kesukaanku. Kira-kira dia ingat apa lagi tentang diriku. He…he… geer banget.
“Come on, honey. Don’t go. Please” perhatianku tersita kembali ke deretan kata-kata di layar mcphee. Waduh… buyar lagi, aku harus konsentrasi ma friend satu ini.
“Honey. I must go, but I’ll…….” aha…. aku mulai mengeluarkan sejuta rayuan, biar bisa lepas dari rengekannya. Sambil terus mikir, pake baju apa, sandal apa, naik kendaraan apa. Wuihh….. s
Akhirnya. “Ok. You may go now. Promise me, we’ll chat again. I gonna miss you. I miss you. Take care. Bla…bla….” dia sedikit tidak rela memutus pembicaraan. Aku hanya bisa bilang iya…iya…I promise, I will and so on. Biar dia tenang melepaskanku. Kayak lagunya Kotak aja.

Freedom….. itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan ini. Bergegas ku berdandan, ala kadarnya. Ganti baju, pelembab, bedak, alis mata, sapu lipstik tipis-tipis, pake jilbab. Hm… sudah pantaskah dandananku buat dia. Embohlah…. penampilan adalah urusan kedua, yang terpenting adalah bisa ketemu dia. I miss you soo much. Lha…lha… kok kata-katanya Vaib kupakai, ya? Qiqiqi…. sorry Vaib.

Langkah kupercepat mencari taxi. Ya Allah, permudahkan jalanku untuk bertemu dengan dia. Aku tidak mau kehilangan dia untuk yang kedua kali. Aku ingin menembus waktu-waktu kami yang hilang. Aku ingin…. aku inign…..aku lupa doa apa lagi. Sejuta doa kupanjatkan di setiap langkah, dengan harapan pertemuan ini akan membawa kebaikan untuk kami. Amien.
Alhamdulillah, langsung bisa dapat taxi. “Pak, nanti turun di bawah jembatan saja, ya, biar ndak muter.” kataku pada sopir taxi. “Ya mbak. Tapi kalo nanti ada polisi tetep saja harus muter, saya tidak berani,” jawab sopir taxi. “Ya, pak,” jawabku, sambil berharap semoga ndak ada polisi dan semoga perjalanan lancar. Kan bisa ditebak, jika hari Sabtu seperti ini, biasanya Surabaya sedikit rame en efeknya jadi ‘sedikit’ macet.

Alhamdulillah. Semua berjalan lancar. Sedikit berlari, kutapaki jembatan penyeberangan.
“Aku dah nyampe. Kamu di mana?” tanyaku padanya. “Kutunggu di depan Gramed, TP1”. “Ok”. Begitu masuk ke TP satu, ku layangkan pandanganku ke atas, hei!!!! kami langsung melambaikan tangan. Tak sabar aku naik ke escalator. Ihhhh…… kok jalannya lambat ya. Ini pertanda bahwa aku yang ndak sabar.
Dan akhirnya…….
Kami berpelukan. Erat sekali. Aku ingin memastikan diri bahwa yang kupeluk adalah dia. Aku ingin memastikan diri bahwa ini bukan mimpi, bukan khayalan, ini adalah kenyataan. Finally, I found you………….
Berapa lama kami berpelukan, ya? Aku tidak peduli dengan orang-orang sekitar yang memandang kami berpelukan. Cup pika cup piki kami lakukan. Kebiasaan muda yang ndak pernah hilang.
Na… aku kangen banget ma kamu.

No comments:

Post a Comment